Bulan Mei lalu, saya
berkesempatan untuk berangkat Umrah menggunakan Turkish Airlines dengan rute
Jakarta – (transit) Istanbul – Madinah untuk keberangkatannya dan Jeddah –
Istanbul (tour) – Jakarta untuk
kepulangannya. Pada posting kali ini
saya mau share pengalaman naik
Turkish Airlines part 2, walaupun
tidak bisa compare ke maskapai Eropa
lainnya karena belum pernah mencoba.
Istanbul – Madinah Flight TK108
Setelah mengalami drama Turki di
bandara Attaturk ini (akan saya ceritakan di posting lainnya), jam 10.30 kami bersiap boarding di gate 501. Dan
kembali kami menggunakan bis dari gate 501 menuju pesawat yang akan membawa
kami ke Madinah. Sekilas pandang pesawat ini sedikit lebih kecil dari yang
membawa kami sebelumnya, namun sayangnya saya tidak mengenal berbagai tipe
pesawat. Formasi seat-nya 2-4-2, yaitu
dua seat di bari kanan, empat seat di baris tengah dan dua seat di baris kiri. Kali ini saya
mendapat window seat, sehingga bisa
puas melihat pemandangan di luar pesawat.
Pesawat take-off sesuai schedule,
dan baru kami sadari ternyata kali ini tidak disediakan bantal dan selimut,
hanya earphone disposable untuk di
sambungkan dengan perangkat hiburan. Mungkin karena perjalanan jarak pendek
sekitar 3,5 jam ya, tapi menurut saya kursi di pesawat ini sedikit lebih luas,
sehingga lebih nyaman. Tak lama kemudian cabin
crew mulai berkeliling membagikan amenities
(wow!!) dan ternyata isinya perlengkapan penunjang ibadah umroh, yaitu tas
pinggang, sajadah antislip, kauskaki, tasbih digital dan kantong serut gemblok
untuk sepatu/sandal. Tentu saja pikir saya, pesawat ini tujuannya Tanah Suci
Madinah, maka 99% penumpangnya pastilah jama’ah Umra/Hajj.
Amenities TK108 |
Pada saat amenities dibagikan, samar–samar tercium bau familiar… yaitu oven-fresh bread, tandanya makan siang akan segera disajikan. Langsung saja,
perasaan exciting karena amenities,
berubah menjadi perasaan lapar terutama karena kami melewatkan camilan di
bandara akibat drama yang terjadi hahaha. Dan benar saja, troli makanan mulai
di bawa oleh cabin crew yang
menawarkan dua pilihan main course.
Pasta : Penne carbonara with
mushroom
Chicken : nasi dan
ayam panggang
Side dish : Salad
zaitun with olive-lemon dressing, Oven-fresh
bread with butter, dan Choco mousse for desserts (delicious!!!)
Drinks (choices) : Juices, Soft drinks, coffee, milk, tea, and
water
Saya pilih menu pasta carbonara
dan rasanya enaaaak pake banget, as I
mentioned before, apapun menu utamanya side
dish dan dessert selalu sama
hahaha… Setelah kenyang, saya memilih
bersantai menikmati hiburan yang disediakan. Menurut pendapat pribadi saya,
pesawat ini lebih nyaman serta perangkat hiburannya lebih bagus dan keren
dibandingkan pesawat yang kami gunakan dari Jakarta ke Istanbul. Tak lama
kemudian, para cabin crew
mengumpulkan bekas nampan makanan sambil membagikan air mineral.
Karena penerbangan ini siang
hari, setelah menikmati santap siang, sebagian besar penumpang memilih
menikmati perangkat hiburan yang disediakan daripada tertidur. Begitu pula
saya, sambil bermain game, menonton
film dan menonton live camera pesawat
sambil sesekali melihat ke jendela tak sabar untuk tiba di Madinah. Kira – kira
30 menit menuju waktu pendaratan, hamparan daratan sudah mulai terlihat dari
jendela pesawat. Semakin dekat dengan waktu pendaratan, semakin jelas pula
pemandangan dan bentuk permukaan daratan yang dituju.
Ketika waktu menunjukan 20 menit
menuju mendarat, saya melihat dibawah sana pemandangan agak buram, seperti
tersaput awan kelabu hehehe… Ah mungkin angin kencang sehingga mirip badai
pasir kali ya, begitu pikir saya. Dan ternyata benar saja, ketika pesawat mulai
menurunkan ketinggian dan waktu mundur menunjukkan 13 menit lagi mendarat,
namun tiba-tiba pesawat menaik ke atas secara cepat. Ketinggian pesawat
bertambah dan waktu mundur kembali ke 20 menit menuju mendarat, nampaknya cuaca
buruk membuat pilot memutuskan untuk berputar-putar kembali diatas.
Tak lama, pesawat kembali
mengambil ancang-ancang mendarat dengan menurunkan ketinggian, angin kencang
membuat pesawat bergetar kencang, naik turun mendadak secara cepat dan membuat
hati ini bergetar takut. Ya takut hal buruk terjadi… Pesawat tetap melaju
turun, hingga waktu mundur memperlihatkan 1 menit menuju mendarat, tiba-tiba
pesawat kembali menanjak tajam keatas. Ya kembali lagi, pilot memutuskan untuk
menunda pendaratan, ketinggian pesawat bertambah dan waktu mundur kembali
menjadi 17 menit menuju pendaratan.
Sebagian besar penumpang mulai
gelisah, wajah-wajah pucat mulai tampak, anak-anak mulai menangis dan sebagian
lagi terdiam sambil memantau live camera pesawat. Mungkin para penumpang serta crew pesawat masing-masing berdoa di
dalam hati untuk keselamatan kami semua hingga mendarat. LILLAHI TA’ALA pikir
saya, kami semua niat datang untuk beribadah, jika kami harus dipanggil oleh ALLAH
SWT di tanah suci Madinah ini maka itu yang terbaik (apalagi dapat wafat dan
dimakamkan di kota dimana RASULALLAH SAW juga dimakamkan).
Kembali pesawat mulai menurunkan
ketinggian, tak lama setelah berputar-putar diatas, ancang-ancang mendarat
mulai terasa. Getaran pesawat, suara gemuruh dan naik turun akibat turbulensi semakin
terasa lebih kencang dari sebelumnya. Tekanan udara mulai menurun, dan kadar
oksigen rasanya juga menurun. Suara – suara panik penumpang, bunyi orang-orang
yang bersendawa dan muntah dan bau muntah rasanya berjalan sangat lama, seperti
slow motion rasanya di menit – menit menuju
pendaratan. ALHAMDULILLAHIROBBIL’ALAMIIN kami dapat mendarat dengan selamat,
walau proses pendaratannya berlangsung dengan guncangan keras dan tidak mulus,
tapi kami selamat.
Segera setelah pesawat parkir di
bandara Madinah, semua penumpang tampaknya sangat ingin bergegas turun dan
meninggalkan pengalaman tidak enak tadi ketika mendarat. Selain itu udara
didalam pesawat yang bau muntah, juga mungkin membuat penumpang tidak tahan. Dari
cerita teman dan keluarga dalam rombongan kami, ternyata begitu banyak orang
yang muntah tadi saat proses mendarat karena tidak tahan dengan
guncangan-guncangan, bahkan beberapa cabin
crew juga ternyata muntah di kursi mereka di bagian belakang pesawat. Memang
ketika berjalan meninggalkan pesawat, di beberapa kursi nampak beberapa bekas muntahan
orang yang sepertinya tidak sempat membuka kantung/plastik untuk wadah muntah.
Dapat dibayangkan bukan betapa
buruknya cuaca yang harus kami lewati pada saat akan mendarat. Cabin crew-nya saja muntah, bahkan tour leader kami yang memiliki jam
terbang tinggi pun mengatakan ini penerbangan dengan cuaca terburuk yang pernah
dialaminya. Apapun itu saya bersyukur kami bisa tiba dengan selamat dan
berpikir bahwa untuk menjadi tamu di tanah suci memang butuh perjuangan, serta
cobaan ini merupakan bagian dari hal tersebut.
No comments:
Post a Comment